Mahasiswa, Aktivis dan Literasi*

By infokampusku.id 01 Feb 2025, 23:14:05 WIB Esay

Oleh: Abd. Hamid

Secara umum dunia literasi di lingkungan mahasiswa bukanlah barang baru, semacam sudah menjadi kebutuhan sehari-hari, dari baru bangun tidur sampai mau tidur lagi. Secara sederhananya bisa dilihat dari aktifitasnya mereka dalam bermedia-sosial maupun menggunakan gadget (Smartphone), Maka susah kiranya untuk memisahakan dunia mahasiswa dan literasi dalam artian sempit. Belum lagi dengan berbagai kesibukan akademisnya yang menuntut mahasiswa untuk membuat makalah, diskusi, bahkan mahakarya ilmiah yang menjadi syarat kelulusan seperti halnya skripsi.

Apalagi, di kalangan mahasiswa aktivis, maka tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan? Literasi sudah sepantasnya mandarah daging. Karena mereka tidak hanya akan disibukkan dunia akademik saja, melainkan juga akan banyak disibukkan dengan dunia organisasi, biasanya tidak adalagi mahasiswa paling sibuk selain golongan ini. Bayangkan saja, mereka harus membagi waktu sedemikian rupa untuk kuliah, rapat, mengadakan kegiatan, diskusi, bahkan untuk sekadar kencan sama pasangan harus curi-curi waktu. Andai kesemua itu disuguhkan kepada orang Finlandia, negara yang terkenal dengan sistem pendidikannya yang terbaik di dunia, saya yakin mereka tidak mampu melakukannya. Karena mereka tidak bisa dan tidak terbiasa multifungsi sebagaimana orang Indonesia pada umumnya.

Baca Lainnya :

Literasi dalam kaitannya dengan mahasiswa aktivis kenapa harus mandarah daging ya karena aktifitas mereka penuh dengan tradisi-tradisi intelektual organic, mereka harus terbiasa membaca, memahami dan menuliskan apapun yang menjadi problematika dan dinamika organisasi. Lewat pengamatan dan pembacaan yang tepat, maka tentu Langkah-langkah kongkret yang menjadi solusi atas segala persoalan dapat teratasi secara matang. Demikian juga lewat tulisan-tulisan yang tercatat (arsip/publish) dengan baik, di generasi-generasi selanjutnya tentu akan jadi pembelajaran atas segala kebutuhan informasi yang telah berlalu.

Walau realitasnya, perkembangan literasi dan kemampuan literasi mahasiswa-aktvisis hanya pada tataran dasar, tidak seideal yang kita pikirkan.  hal ini sangat mudah dibuktikan dengan: banyaknya karya tulis hasil hasil copy-paste, laris-manisnyanya jasa pembuatan tugas dan ketergantungan yang sangat tinggi pada AI dan chat GPT.

PMII dan Literasi

Sebagai mahasiswa Pergerakan (aktivis), warga PMII tentu tidak buta dengan literasi dasar, kebiasaan diskusi yang didahului dengan membaca dan menulis tentu sudah menjadi hal biasa, belum lagi setiap forum selalu selalu ada yang menyampaikan dan mengingatkan akan pentingnya budaya literasi, tidak berhenti di situ aja,  penguatan tersebut biasanya juga didorong dengan program-program yang berhubungan dengan literasi, seperti: pelatihan menulis, bedah buku, pembuatan/pengelolaan website, dan diskusi-diskusi.

Namun, demikian itu, tidak membuat gerakan literasi di PMII lantas menjadi briliant, malah terkesan mandeg (baca: monoton) gitu-gitu aja setiap tahunnya. Bahkan, program-program yang jelas-jelas pelatihan menulispun terkadang tidak menghasilkan satu tulisan sekalipun. Kan miris. Padahal, gerakan-gerakan tersebut jika bisa dimaksimalkan akan berdampak sangat besar. Bayangkan saja, PMII yang sudah berada di 25 Provinsi (PKC), 231 Kabupaten (PC), 1664 Kampus (Komisariat), dan 5115 Prodi (Rayon) jika gerakan literasinya mapan, maka, akan muncul pola dan formulasi kaderisasi yang lebih efektif dalam merekrut anggota dan mengedukasi public (baca: mengkampanyekan) positifisme  organisasi eksternal mahasiswa, terkhusus PMII. Selain itu, dengan literasi yang baik pula, setidaknya PMII akan turut berperan juga dalam memproteksi warganya yang diklaim mencapai 1 juta itu untuk terhindar terpapar hoax dan sejenisnya.

Untuk itu, literasi di tubuh PMII perlu ada upaya revitalisasi gerakan kedepannya, agar tidak cukup pada gerakan mimbar ke mimbar atau pelatihan ke pelatihan. Karena sejatinya literasi tidak cukup hanya dengan gerakan sosialisasi saja, Kalau kata Kang maman, literasi juga perlu menghasilkan:

  • Enlighment (mencerahkan)
  • Enricgment (Memperkaya wawasan).
  • Empowerment (Memberdayakan)

Lantas, Bagaimana seharusnya kita memaknai literasi?

Literasi tidak cukup pada proses tulis-baca saja, namun lebih jauh dari itu, literasi juga harus dipahami sebagai proses yang saling berhubungan dengan proses lain. Semisal untuk menjadi penulis yang baik, maka harus menjadi pembaca yang baik. Kalau mau jadi orator, penceramah, public speaker yang baik, maka jadilah pendengar yang baik. Kalau mau jadi orang yang bijaksana, maka berhentilah menjadi hakim atas hidup orang lain. Karena, sejatinya, dengan literasi akan menghasilan SDM yang cerdas, berwawasan luas, berpikir kritis, dan memperkuat velue  kepribadian seseorang.

Akhiran, wallahu a’lamu

 

*Sebagai pengantar diskusi liter action yang diselenggarakan oleh PC. PMII Jombang

**Tulisan ini dibuat untuk dikritisi dan dikoreksi oleh peserta.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment