- PAMERAN PENDIDIKAN LUAR NEGERI 2025
- Best Practice Pengelolaan Kelelahan Kerja (Fatigue)
- INTERNATIONAL SEMINAR X WORLD BANK
- Smart Teen Competition
- FAI FEST 2025
- Lomba Tari Kreasi Tradisional Se Jatim
- Pendidikan, Lentera Peradaban
- Sertifikasi Uji Kompetensi Non-Destructive Test
- Magnetic & Penetrant Testing LEVEL II
- Mahasiswa, Aktivis dan Literasi*
Mahasiswa, Aktivis dan Literasi*
Oleh: Abd. Hamid
Secara umum dunia literasi di lingkungan
mahasiswa bukanlah barang baru, semacam sudah menjadi kebutuhan sehari-hari, dari
baru bangun tidur sampai mau tidur lagi. Secara sederhananya bisa dilihat dari aktifitasnya
mereka dalam bermedia-sosial maupun menggunakan gadget (Smartphone),
Maka susah kiranya untuk memisahakan dunia mahasiswa dan literasi dalam artian
sempit. Belum lagi dengan berbagai kesibukan akademisnya yang menuntut
mahasiswa untuk membuat makalah, diskusi, bahkan mahakarya ilmiah yang menjadi
syarat kelulusan seperti halnya skripsi.
Apalagi, di kalangan mahasiswa aktivis, maka
tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan? Literasi sudah sepantasnya mandarah
daging. Karena mereka tidak hanya akan disibukkan dunia akademik saja,
melainkan juga akan banyak disibukkan dengan dunia organisasi, biasanya tidak
adalagi mahasiswa paling sibuk selain golongan ini. Bayangkan saja, mereka
harus membagi waktu sedemikian rupa untuk kuliah, rapat, mengadakan kegiatan,
diskusi, bahkan untuk sekadar kencan sama pasangan harus curi-curi waktu. Andai
kesemua itu disuguhkan kepada orang Finlandia, negara yang terkenal dengan sistem
pendidikannya yang terbaik di dunia, saya yakin mereka tidak mampu melakukannya.
Karena mereka tidak bisa dan tidak terbiasa multifungsi sebagaimana orang
Indonesia pada umumnya.
Baca Lainnya :
- Strategi Sukses Membangun Karier Akademis Melalui Publikasi JurnalStrategi Sukses Membangun Karier A0
- Economic Visionary Student 20250
- Pendaftaran Peserta Didik Baru Periode Oktober 2024-Februari 20250
- Full Disclosure Slice Webinar x @nivea_id0
- Spiritualitas dalam Menyikapi Perubahan dan Tantangan Dunia Pendidikan0
Literasi dalam kaitannya dengan mahasiswa
aktivis kenapa harus mandarah daging ya karena aktifitas mereka penuh dengan
tradisi-tradisi intelektual organic, mereka harus terbiasa membaca, memahami
dan menuliskan apapun yang menjadi problematika dan dinamika organisasi. Lewat
pengamatan dan pembacaan yang tepat, maka tentu Langkah-langkah kongkret yang
menjadi solusi atas segala persoalan dapat teratasi secara matang. Demikian
juga lewat tulisan-tulisan yang tercatat (arsip/publish) dengan baik, di
generasi-generasi selanjutnya tentu akan jadi pembelajaran atas segala
kebutuhan informasi yang telah berlalu.
Walau realitasnya, perkembangan literasi
dan kemampuan literasi mahasiswa-aktvisis hanya pada tataran dasar, tidak
seideal yang kita pikirkan. hal ini
sangat mudah dibuktikan dengan: banyaknya karya tulis hasil hasil copy-paste,
laris-manisnyanya jasa pembuatan tugas dan ketergantungan yang sangat
tinggi pada AI dan chat GPT.
PMII dan Literasi
Sebagai mahasiswa Pergerakan (aktivis),
warga PMII tentu tidak buta dengan literasi dasar, kebiasaan diskusi yang
didahului dengan membaca dan menulis tentu sudah menjadi hal biasa, belum lagi setiap
forum selalu selalu ada yang menyampaikan dan mengingatkan akan pentingnya
budaya literasi, tidak berhenti di situ aja,
penguatan tersebut biasanya juga didorong dengan program-program yang
berhubungan dengan literasi, seperti: pelatihan menulis, bedah buku,
pembuatan/pengelolaan website, dan diskusi-diskusi.
Namun, demikian itu, tidak membuat gerakan
literasi di PMII lantas menjadi briliant, malah terkesan mandeg (baca:
monoton) gitu-gitu aja setiap tahunnya. Bahkan, program-program yang
jelas-jelas pelatihan menulispun terkadang tidak menghasilkan satu tulisan
sekalipun. Kan miris. Padahal, gerakan-gerakan tersebut jika bisa
dimaksimalkan akan berdampak sangat besar. Bayangkan saja, PMII yang sudah
berada di 25 Provinsi (PKC), 231 Kabupaten (PC), 1664 Kampus (Komisariat), dan 5115
Prodi (Rayon) jika gerakan literasinya mapan, maka, akan muncul pola dan
formulasi kaderisasi yang lebih efektif dalam merekrut anggota dan mengedukasi public
(baca: mengkampanyekan) positifisme organisasi eksternal mahasiswa, terkhusus PMII.
Selain itu, dengan literasi yang baik pula, setidaknya PMII akan turut berperan
juga dalam memproteksi warganya yang diklaim mencapai 1 juta itu untuk
terhindar terpapar hoax dan sejenisnya.
Untuk itu, literasi di tubuh PMII perlu ada upaya revitalisasi gerakan kedepannya, agar tidak cukup pada gerakan mimbar ke mimbar atau pelatihan ke pelatihan. Karena sejatinya literasi tidak cukup hanya dengan gerakan sosialisasi saja, Kalau kata Kang maman, literasi juga perlu menghasilkan:
- Enlighment (mencerahkan)
- Enricgment (Memperkaya wawasan).
- Empowerment (Memberdayakan)
Lantas, Bagaimana seharusnya kita memaknai
literasi?
Literasi tidak cukup pada proses tulis-baca
saja, namun lebih jauh dari itu, literasi juga harus dipahami sebagai proses
yang saling berhubungan dengan proses lain. Semisal untuk menjadi penulis yang
baik, maka harus menjadi pembaca yang baik. Kalau mau jadi orator, penceramah, public
speaker yang baik, maka jadilah pendengar yang baik. Kalau mau jadi orang
yang bijaksana, maka berhentilah menjadi hakim atas hidup orang lain. Karena,
sejatinya, dengan literasi akan menghasilan SDM yang cerdas, berwawasan luas,
berpikir kritis, dan memperkuat velue kepribadian seseorang.
Akhiran, wallahu a’lamu
*Sebagai pengantar diskusi liter action yang
diselenggarakan oleh PC. PMII Jombang
**Tulisan ini dibuat untuk dikritisi dan
dikoreksi oleh peserta.
